Selasa, 12 Februari 2013

Lasem : behind the old walls and mysterious alley




Lasem.
sebuah kota kecil di jalur pantai utara pulau Jawa yang udah lama banget pingin saya kunjungi.
Sebuah kota kecil yang jauh dari kata turistik,
dan justru itu yang bikin saya berhasil, untuk nggak habis habisnya jatuh cinta.

Kota ini ditinggali oleh orang-orang dengan latarbelakang agama, suku dan budaya yang berbeda.
Khas kota pesisir.
Tapi ini juga bukan karena tidak ada yang mengupayakannya.
Sekelompok orang, bekerja siang malam untuk menjaga kerukunan yang ada.. 
menjaga agar yang sudah indah tetap indah.

Ah.. saat menulis posting-an ini, saya kok justru berharap kota ini tetap mampu mempertahankan segala misterinya ya? Nggak usah berubah jadi kota yang sok berdandan molek. 
Biarlah tembok-tembok itu tetep usang.. dan orang-orangnya tetap rukun dan ramah.


Alih-alih penasaran dengan bangunan-bangunan tua, berpintu cantik dan tertutup rapat di gang-gang perkampungan pecinan, saya, yang sangat beruntung, berhasil mengunjungi beberapa tempat yang mampu membuat saya ternganga dan memutuskan untuk kembali.

Thanks to Mas Pop, mas Toro dan temen-temen FOKMAS, yang berhasil membuatkan sebuah itinerary perjalanan yang sangat 'SAYA' !!! 

So guys, hold your breath... 
dan inilah 'harta karun' yang saya temui di balik tembok-tembok usang kota Lasem nan cantik.



ini adalah rumah penjaga Klenteng Cu An Kiong, 
yang kabarnya merupakan Klenteng tertua di Jawa 
(Klenteng ini dibangun tahun 1477,cuy!)



Terawat rapi dan bersih, beberapa detail di Klenteng ini mampu membuat saya menganga.




Vihara Karunia Dharma, adalah vihara tua yang awalnya merupakan rumah tinggal
sepasang suami istri yang sudah meninggal.



Tante di sebelah kiri itu adalah tante penjaga vihara. 
Ia bercerita tentang para 'penunggu' tak kasat mata yang banyak menempati ruang-ruang di vihara itu.
hehehe... nampaknya itu jadi cerita favorit dia untuk disampaikan pada kami.


Tak ada yang berubah dari vihara itu sejak pertama kali bangunan kokoh itu dibangun.
Dan melihat begitu banyaknya ruang dalam bangunan itu, saya seolah bisa merasakan betapa ramai dan sibuknya tempat itu semasa masih menjadi rumah tinggal.

Sebuah kejayaan yang sudah usang.




Bagi saya, Lasem adalah kisah tentang orang-orang tua...
Anak cucu mereka sudah pergi merantau dan jadi orang sukses di kota besar.
Dan yang tersisa hanyalah mereka...

hanya mereka...


Opa yang tertatih langkahnya...



yang dengan semangat menceritakan bagaimana rumah milik Engkong dan Mak-nya dibuat.
Bagaimana ubin di teras rumahnya berbeda dengan lantai kayu di bangunan utama,
bagaimana ia dulu bekerja sebagai supir truk semen,

bagaimana ia tak menikah dan hanya sesekali dikunjungi para keponakan,
bagaimana ia menata pakaian-pakaiannya yang semua berwarna putih...
dan bagaimana ia hanya tinggal di rumah usang itu bersama sepupu perempuannya 
dan seorang pembantu....



Oma.. yang sudah hampir kehilangan pendengarannya.
yang memiliki senyuman yang selalu tersungging di bibirnya..
yang nampak tetap cantik di usianya yang senja...
yang selalu duduk melamun di dekat tungku dan tak menghiraukan orang yang duduk di sekitarnya..

Oma, yang tak satu orangpun tahu, apa yang ia pikirkan...
yang juga tak menikah, dan tak punya keturunan.




Lasem adalah kisah tentang kejayaan masa lalu..
Kejayaan yang tergerus oleh waktu dan banyak hal lain..
Kejayaan yang pernah membawa kisah jumawa bagi para pelakunya.





Tapi buat saya, Lasem adalah kota kecil yang menang.
yang masih menyimpan jejak jejak kejayaan itu di balik dinding-dinding usang..
yang masih menyimpan berjuta kisah yang siap diungkapkan...






Di balik kemewahannya yang sederhana...




dimana rasa ingin tahu selalu berhasil ditambah..




dan dimana rasa ingin kembali sudah menggelegak bahkan sebelum saya pergi...




Lasem...
Semoga keindahannya tidak berubah.



Saat  keusangan menjadi kemewahan yang tak ternilai,
saat Kelupas cat tembok hanya bisa diciptakan oleh sang waktu, 
dan kisah Oma Opa yang hanya bisa terjadi dari kekayaan usia.

Semoga saja... 



Sabtu, 09 Februari 2013

Rembang : pantai tanpa nama, pasar ikan dan sup dalam gayung




ehehhehe... akhirnyaa!! Setelah lebih dari 2 tahun lamanya saya merencanakan perjalanan saya ke Rembang.. akhirnya jadi jugaaak!!

Ini memang agak menyebalkan..
tapi seolah-olah lebih gampang buat sebagian dari kita untuk browse tiket murah ke Singapura, Thailand atau Vietnam , lalu tinggal wusss ...daripada berkunjung ke kota kota kecil di sekitar tempat kita tinggal ya?

oke.. saya akui , bahwa saya memang bukan turis yang baik.
saya nggak berbakat jadi turis.
saya nggak pernah berhasil pergi ke satu tempat dengan alasan : LIBURAN.

saya selalu lebih suka bepergian dengan satu tujuan yang nggak cuma jadi turis..
dan kali ini kami berhasil menemukan alasan yang tepat.

Saya, iw, aul dan octo sepakat angkat ransel untuk ke Rembang dengan alasan yang sama.





the boys!




Saya pernah kasih bocoran di page nya Papermoon Puppet Theatre, kalau tahun ini, Iwan Effendi feat. Papermoon bakal bikin pementasan baru yang ada hubungannya dengan seorang anak kecil, pesisir, lautan dan carousel... 
Dan ya... pementasan inilah yang berhasil menarik kami berempat ke Rembang.. :)
nice reason, huh? ihhihihi ...




Riset kecil kami lakukan di kota pesisir yang ditinggali para nelayan ini. 
3 hari berada di sana.. dan mengalami cantiknya kota pesisir ini.







Pesona Rembang tak hanya berhenti di pantai-pantai tanpa namanya saja...


Kami tentu saja nggak melewatkan pelabuhannya yang juga sekaligus berfungsi sebagai tempat pelelangan ikan.




Matahari memang sudah cukup tinggi waktu kami sampai ke sana.
Pukul 11 siang.


Sinar matahari memang sangat terik terasa di kulit, tapi itu nggak menyurutkan niat saya untuk merapat ke beberapa kapal nelayan untuk melongok isinya...




warna warninya benar-benar menggoda. warna pesisir yang luar biasa mencolok mata.








Ooowww... dan satu kejutan saya terima siang itu... saat saya dan teman-teman sedang ngobrol seru bareng para nelayan yang kapalnya baru merapat di pelabuhan.
Tiba-tiba salah satu dari mereka menyodorkan sebuah gayung mandi yang berisi sup ikan!

kami dijamu!



mereka membanggakan kesegaran ikan yang baru mereka tangkap, dan langsung dimasak di atas kapal. sup ikan ini dimasak dengan nama 'asem asem ikan dorang' .. rasanya pedas asam dan guriiiih minta ampun!

well.. yeah.. jangan lihat gayungnya yaa..
ihihihih..
awalnya saya agak grogi juga unuk mencicipi masakan yang ditempatkan di dalam gayung itu.. 
tapi untunglah saya dibesarkan untuk gampang makan.. hiihihih...jadi saya asik aja melahap masakan yang jujur.. enak banget!


cuma kurang lebih 2 jam kami berada di sana... matahari semakin terik. Dan beberapa kapal mulai bongkar muatan. Siang yang sibuk untuk para nelayan.
Laut sudah kembali stabil bulan ini, setelah bulan lalu sebuah kapal nelayan di Laut Jawa pecah terhempas, dan hanya 2 orang ditemukan hidup dari 14 orang yang berlayar.

Satu kapal nelayan yang menyuguhi kami sup ikan di dalam gayung tadi baru semalam berlayar dan sudah  berhasil memenuhi dua kotak kayu besar dengan ikan.
Malam ini mereka bisa beristirahat dan pulang ke rumah. Biasanya mereka berlayar sampai 20 hari untuk baru bisa pulang...

Ah...
seringkali saya nggak ingat kalau Yogya terlalu kecil dan 2/3 bagian dari Indonesia adalah perairan..



apakah kamu ingat?